Selasa, 12 Agustus 2025

Analisis Wacana Kritis (AWK) Fairclough

Ini Dia sosok Pengusul Abolisi-Amnesti untuk Tom Lembong dan Hasto
Sumber: https://www.youtube.com/watch/PUZeT2rwp9U

Transkrip dalam bentuk, teks wacana: Jadi surat permohonan Menteri Hukum kepada Bapak Presiden untuk pemberian amnesti dan abolisi saya yang katakan. Menteri Hukum Supratman Andi Aktas mengaku bahwa dirinya adalah orang yang menginisiasi usulan pemberian abolisi dan amnesti kepada eks Menteri Perdagangan Tom Lembong dan Sekjen PDIP Hasto Kristianto. Usulan tersebut disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto atas nama Kementerian Hukum bersama dengan daftar penerima amnesti lainnya. Pernyataan ini Supratman sampaikan dalam konferensi pers di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 31 Juli 2025. Semuanya yang mengusulkan kepada Bapak Presiden adalah Menhum. Jadi surat permohonan Menteri Hukum kepada Bapak Presiden untuk pemberian amnesti dan abolisi saya yang menandatangani. Supratman menegaskan pengajuan abolisi dan amnesti ini diajukan berdasarkan pertimbangan yang luas untuk kepentingan bangsa dan negara. Ia menyebut bahwa pemberian amnesti dan abolisi ini merupakan bagian dari upaya membangun kembali persatuan bangsa. Itu pasti pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara. Berpikirnya tentang NKRI. Jadi itu yang itu yang paling utama. Yang kedua adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan antara semua anak bangsa. Supratman juga menjelaskan pemberian ampunan ini juga dalam rangka menyambut hari kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus mendatang. penerima Amnesti ada 1116. Salah satu yang menjadi dasar pertimbangan kepada dua orang yang saya sebutkan tadi, yang disebutkan oleh Pak Ketua adalah salah satunya tentu kita pengin menjadi ada persatuan dalam rangka untuk perayaan 17 Agustus. Abolisi sendiri adalah penghapusan atau peniadaan suatu peristiwa pidana. Sedangkan amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana. Baik abolisi dan amnesti, keduanya merupakan hak prerogratif presiden atau hak istimewa yang dimiliki kepala negara. Konteks Wacana: Berita ini melaporkan usulan pemberian abolisi dan amnesti oleh Menteri Hukum (Menhum) Supratman Andi Aktas kepada Presiden Prabowo Subianto. Objek dari usulan ini adalah dua tokoh yang dikenal berada di kubu politik yang berseberangan dengan Prabowo Subianto pada periode sebelumnya, yaitu Tom Lembong dan Hasto Kristianto. 

Analisis Wacana Kritis Berita Tahap 1:
Deskripsi (Analisis Teks) Pada tahap ini, kita membedah fitur-fitur linguistik dari teks berita itu sendiri untuk melihat bagaimana realitas dikonstruksi.
• Kosakata (Pilihan Kata):
        o Kata Kunci Bernuansa Kebangsaan: Teks ini secara dominan menggunakan kosakata yang sangat positif, abstrak, dan berkonotasi nasionalisme. Contohnya: kepentingan bangsa dan negara, persatuan bangsa, NKRI, kondusivitas, dan merajut rasa persaudaraan. Pilihan kata ini tidak netral; kata-kata tersebut bertujuan membangkitkan emosi positif dan membingkai usulan ini sebagai tindakan luhur yang sulit untuk ditentang.
        o Terminologi Hukum: Penggunaan istilah abolisi, amnesti, dan hak prerogatif presiden memberikan kesan formal, legal, dan sah pada tindakan yang diusulkan. Teks bahkan menyediakan definisi, yang berfungsi untuk mengedukasi pembaca sekaligus melegitimasi proses tersebut dalam kerangka hukum. 
        o Kata Kerja: Penggunaan kata mengaku pada kalimat pertama ("Menteri Hukum Supratman Andi Aktas mengaku bahwa...") menarik. Dalam konteks lain, 'mengaku' bisa berkonotasi negatif. Namun di sini, ia berfungsi untuk menegaskan Supratman sebagai inisiator tunggal, yang kemudian diperkuat dengan kutipan "...saya yang menandatangani". 

• Tata Bahasa (Grammar):
        o Keteralihan (Transitivity) & Kalimat Aktif: Teks secara konsisten menempatkan Menhum sebagai Aktor utama. Kalimat seperti "...dirinya adalah orang yang menginisiasi..." dan "...saya yang menandatangani..." menggunakan struktur aktif yang sangat menonjolkan peran dan agensi Menhum. Ia diposisikan sebagai figur yang berinisiatif, berwenang, dan bertanggung jawab penuh. Sebaliknya, Tom Lembong dan Hasto adalah Sasaran (penerima pasif) dari tindakan tersebut. Mereka tidak memiliki suara dalam teks ini. 
        o Modalitas (Kepastian): Perhatikan kalimat “Itu pasti pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara.” Penggunaan kata pasti menunjukkan tingkat kepastian yang sangat tinggi. Ini bukan lagi sebuah opini atau kemungkinan, melainkan disajikan sebagai sebuah fakta yang tak terbantahkan. Hal ini berfungsi untuk menutup ruang perdebatan atau keraguan atas motif di balik usulan tersebut. 

• Struktur Teks
        o Struktur berita ini mengikuti format piramida terbalik yang standar, namun dengan penekanan kuat pada kutipan langsung dari Menhum. Dengan memberikan ruang yang begitu besar pada pernyataan Menhum, wacana ini secara efektif menjadi corong bagi perspektif pemerintah. Suara kritis atau perspektif lain (misalnya dari pihak oposisi atau masyarakat sipil) sama sekali tidak ada. 


 Tahap 2: Interpretasi (Analisis Praktik Wacana) Di sini, kita menganalisis bagaimana teks ini diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi. 
• Proses Produksi dan Distribusi
        o Produksi: Teks ini diproduksi oleh seorang jurnalis berdasarkan peristiwa konferensi pers. Konferensi pers adalah sebuah acara media yang terkontrol, di mana sumber berita (Menhum) memiliki kekuatan untuk mengatur agenda dan membingkai narasi. Wacana yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kerangka yang sudah disiapkan oleh narasumber. 
        o Distribusi: Berita ini akan didistribusikan melalui media massa (portal berita online, surat kabar, televisi). Distribusi massal ini memastikan bahwa kerangka (frame) yang dibuat oleh Menhum menjangkau audiens yang luas dan berpotensi menjadi pemahaman umum (common sense) di masyarakat. 

• Proses Konsumsi
        o Teks ini ditujukan untuk masyarakat umum. Dengan bahasa yang lugas dan justifikasi yang menyentuh sentimen nasionalisme, teks ini dirancang agar mudah diterima dan dipahami oleh publik sebagai sebuah langkah positif dari pemerintah baru. 

• Interdiskursivitas (Perpaduan Jenis Wacana): 
        o Teks ini secara cerdas memadukan beberapa jenis wacana: 
            1. Wacana Politik: Inti dari berita ini adalah sebuah manuver politik. 
            2. Wacana Hukum: Dibungkus dengan istilah-istilah legal (abolisi, amnesti) untuk memberikan kesan formalitas dan keabsahan. 
            3. Wacana Nasionalisme/Persatuan: Ini adalah wacana dominan yang digunakan sebagai justifikasi utama. Dengan membingkai manuver politik ini dalam narasi "persatuan demi NKRI", aspek politiknya yang kontroversial menjadi tersamarkan. 
            4. Wacana Jurnalistik: Disajikan dalam format berita yang seolah-olah objektif, yang semakin memperkuat legitimasi dari narasi yang dibangun. 

 Tahap 3: Eksplanasi (Analisis Praktik Sosial Budaya) Ini adalah puncak analisis kritis, yang menghubungkan teks dengan konteks sosial, relasi kekuasaan, dan ideologi yang lebih luas. 
• Konteks Sosial-Politik
o Wacana ini muncul dalam konteks pasca-pemilu di bawah pemerintahan baru (Presiden Prabowo Subianto). Tom Lembong dan Hasto adalah figur-figur sentral dari kubu lawan politik. Tanpa konteks ini, berita tersebut mungkin tampak hanya sebagai tindakan hukum biasa. Namun dengan konteks ini, usulan abolisi/amnesti ini adalah sebuah tindakan politik rekonsiliasi atau konsolidasi kekuasaan. 

• Relasi Kekuasaan: 
o Wacana ini secara gamblang mendemonstrasikan dan mereproduksi kekuasaan negara. Pemerintah (Presiden dan Menteri) diposisikan sebagai entitas yang memiliki kuasa untuk "mengampuni" dan mendefinisikan apa itu "kepentingan bangsa".
o Tokoh-tokoh yang sebelumnya kritis dan menjadi lawan politik kini diposisikan sebagai subjek yang "diampuni", yang secara simbolis menempatkan mereka dalam posisi yang lebih rendah atau subordinat terhadap kekuasaan yang baru. o Ketiadaan suara dari pihak Tom Lembong, Hasto, atau kelompok oposisi lainnya dalam teks ini menunjukkan adanya akses yang tidak setara terhadap wacana publik. Kekuasaan mendefinisikan situasi sepenuhnya berada di tangan pemerintah. 

• Dampak Ideologis: 
o Ideologi Dominan: Ideologi yang sedang disebarkan dan dinormalisasi adalah "rekonsiliasi nasional yang dipimpin oleh negara". Ideologi ini menekankan bahwa persatuan hanya dapat tercapai melalui kemurahan hati dan inisiatif dari pihak pemenang (pemerintah). 
o Depolitisasi dan Naturalisasi: Dengan menggunakan argumen "demi bangsa", "NKRI", dan "persaudaraan", wacana ini melakukan depolitisasi. Artinya, sebuah tindakan yang sangat politis dibuat seolah-olah berada di atas politik. Isu ini dinaturalisasi menjadi sebuah keharusan moral dan kebangsaan, bukan lagi sebuah negosiasi atau kompromi politik. 
o Hegemoni Wacana: Wacana ini bertujuan menciptakan hegemoni, yaitu sebuah kondisi di mana pandangan pemerintah diterima sebagai sesuatu yang wajar, benar, dan untuk kebaikan semua. Dengan mengaitkannya pada perayaan 17 Agustus, penolakan terhadap usulan ini dapat secara implisit dibingkai sebagai tindakan yang "tidak nasionalis" atau "tidak mendukung persatuan". 

Kesimpulan Analisis Melalui pendekatan AWK Fairclough, kita dapat melihat bahwa berita ini lebih dari sekadar laporan peristiwa. Ia adalah sebuah praktik wacana yang kuat di mana pemerintah, melalui Menteri Hukum, secara aktif menggunakan bahasa untuk: 1. Mengkonstruksi sebuah tindakan politik sebagai langkah hukum yang luhur dan nasionalistis. 2. Memperkuat relasi kekuasaan antara pemerintah baru dan mantan lawan politiknya. 3. Menyebarkan ideologi tentang rekonsiliasi yang bersifat top-down (dari atas ke bawah), sambil menyingkirkan potensi perdebatan kritis dengan membungkusnya dalam sentimen kebangsaan.

Kamis, 31 Agustus 2023

Notulen: Rapat Pertemuan Wali Murid kelas 7 (Jumat, 11 Agustus 2023)

 

 

1.     Orang tua di rumah harus bisa bersinerg
i dengan sekolah
untuk menciptakan anak yang “Qurrota a'yun” yakni anak yang mengerjakan ketaatan, sehingga dengan ketaatannya itu membahagiakan orang tuanya di dunia dan akhirat.

 

2.     Orang tua hendaknya melakukan pembimbingan, pengawasan dan pemantauan saat anak berada di luar sekolah, yang meliputi: lingkungan bermain, teman bermain dan media social yang diikuti oleh anak. Sehingga anak tidak bertindak yang dapat merugikan orang tua dan sekolah.

 

3.     SMP Negeri 177 Jakarta, merupakan sekolah yang dimilki dan diawasi oleh pemerintah. Sehingga tidak ada pungutan yang mengatasnamakan hal apapun (baik di kelas dan di lingkungan sekolah).

 

4.     Orang tua tidak diperkenankan membuat organisasi kordinator kelas yang melakukan berbagai pungutan dengan mengatasnamakan kepentingan kelas. Namun, tetap dipersilakan kepada ortu yang memiliki kemampuan untuk memberikan sumbangan kepada kelas.

 

5.     Tata tertib sekolah wajib dipatuhi oleh seluruh warga sekolah, karena sudah berlandaskan hukum perundangan yang berlaku.

 

6.     Siswa tidak diperkenankan membawa dan atau mengendarai kendaraan bermotor saat datang ke sekolah dengan alasan apapun.

 

7.     Siswa diperkenankan membawa HP ke sekolah, karena untuk dipergunakan dalam pembelajaran atau komunikasi. Namun dalam penggunaanya saat dipersilakan oleh guru yang bersangkutan.

 

8.     Siswa yang menggunakan HP saat pembelajaran berlangsung tanpa adanya konfirmasi oleh guru, maka HP tersebut diperbolehkan untuk diambi dan disita oleh guru.

 

9.     Sangsi yang diberikan karena pelanggaran siswa beragam, dimulai dari ringan, sedang dan paling berat yakni pengunduran diri siswa dari SMP Negeri 177 Jakarta.

 

10.Formulir tata tertib siswa wajib diisi oleh orang tua dan peserta didik dengan membaca seluruh butir tata tertib dengan cermat dan dipahami dengan sepenuhnya. Kemudian ditandatangni oleh orang tua dan siswa di atas materai

Selasa, 20 Oktober 2020

Mengidentifikasi Unsur - Unsur Teks Cerpen

 










Label:

Selasa, 28 Januari 2020

Puisi Rakyat


Pengertian puisi rakyat 


Kesustraan rakyat yang sudah tertentu bentuknya, biasanya terddiri dari beberapa deret kalimat, ada yang berdasar mantra, ada yang berdasar panjang pendek kata, lemah tekanan suara, atau hanya berdasarkan irama. Puisi rakyat berisi nilai-nilai yang berkembang dalam kehidupan masyarakat
Jenis puisi rakyat

A. Pantun
Pantun adalah puisi Melayu yang mengakar dan membudaya dalam masyarakat. Pantun dikenal dengan banyak nama di berbagai bahasa di Nusantara, tonton (bahasa Tagalog), tuntun (bahasa Jawa), pantun (bahasa Toba) yang memiliki arti kurang lebih sama, yaitu sesuatu ucapan yang teratur, arahan yang mendidik, bentuk kesantunan.
Ciri-ciri pantun  :
a). Tiap bait terdiri atas empat   baris (larik).
b). Tiap baris terdir atas 8 sampa 12 suku kata.
c). Rima akhir  setiap baris adalah a-b-a-b.
d). Baris pertama dan kedua merupakan sampiran. Baris ketiga   dan keempat merupakan isi.


                B. Syair
Syair Syair adalah salah satu puisi lama. Syair berasal dari Persia dan dibawa masuk ke Nusantara bersama dengan masuknya Islam ke Indonesia. Kata atau istilah syair berasal dari bahasa arab yaitu syi’ir atau syu’ur yang berarti “perasaan yang menyadari”, kemudian kata syu’ur berkembang menjadi syi’ru yang berarti puisi dalam pengetahuan umum. Dalam perkembangannya syair tersebut mengalami perubahan dan modifikasi sehingga menjadi khas Melayu, tidak lagi mengacu pada tradisi sastra syair negeri Arab.
 Ciri syair :
1. Setiap bait terdiri dari empat baris.
2.  Setiap baris terdiri atas 8-14 suku kata.
   3.  Bersajak a-a-a-a.
4.  Semua baris adalah isi.
5.  Bahasa yang digunakan  biasanya berupa kiasan.

     C. Gurindam
Gurindam Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari negeri India. Istilah gurindam berasal dari bahasa India, yaitu kirindam berarti “mulamula” atau “perumpamaan”. Gurindam sarat nilai agama dan moral. Tak dimungkiri bahwa gurindam bagi orang dulu sangat penting dan dijadikan norma dalam kehidupan.
    Ciri gurindam :
            a)  terdiri atas dua baris dalam sebait
 b)  tiap baris memiliki jumlah kata sekitar 10-14 kata
 c)  tiap baris memiliki rima sama atau bersajak A-A, B-B, C-C, dan seterusnya
 d)  merupakan satu kesatuan yang utuh.
 e)  baris pertama berisi soal, masalah, atau perjanjian
 f)  baris kedua berisi jawaban, akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama.  (isi atau maksud  gurindam terdapat pada baris kedua)
 g)  isi gurindam biasanya berupa nasihat, filosofi hidup atau kata-kata mutiara

Selasa, 20 Agustus 2019

Catatan Tambahan - Majas


Pengertian majas adalah gaya bahasa yang digunakan dalam suatu karya sastra dengan tujuan untuk memberikan efek-efek tertentu sehingga membuat karya sastra tersebut menjadi lebih hidup.
Ada juga yang menyebutkan bahwa arti majas adalah suatu gaya bahasa yang di dalamnya terdapat persamaan, perbandingan, serta kata kiasan, untuk menguatkan kesan suatu kalimat tertulis atau lisan dan menimbulkan nuansa imajinatif bagi orang yang menyimaknya. Artinya, ada macam macam majas yang digunakan untuk keperluan tertentu di dalam suatu tulisan.
Penggunaan majas bertujuan untuk menyampaikan suatu pesan secara imajinatif atau bermakna kiasan, baik melalui tulisan maupun lisan untuk mewakili pikiran dan perasaan seorang penulis. Sedangkan fungsi majas adalah untuk membuat suatu karya sastra menjadi lebih indah dalam aspek pemilihan katanya.
Secara umum, majas dapat dikelompokkan menjadi empat macam. Sesuai dengan penjelasan pengertian majas di atas, adapun macam macam majas adalah sebagai berikut:
A. Majas Perbandingan
Sesuai dengan namanya, pengertian majas perbandingan adalah jenis majas yang dipakai untuk membandingkan atau menyandingkan suatu objek dengan objek lainnya dengan cara penyamaan, pelebihan, atau penggantian.
Beberapa yang termasuk dalam jenis majas perbandingan diantaranya adalah:
1.      Personifikasi, yaitu gaya bahasa yang digunakan untuk menggantikan fungsi benda mati yang dapat bersikap seperti manusia (baca; Majas Personifikasi).
Contoh; “daun pepaya itu melambai-lambai seolah mengajak ku bermain bersama.”
2.      Metafora, yaitu gaya bahasa yang digunakan sebagai kiasan yang secara eksplisit mewakili suatu maksud lain berdasarkan persamaan atau perbandingan (baca; Majas Metafora).
Contoh: “Pria yang sukses itu dulunya dianggap sampah masyarakat.   
3.      Asosiasi, yaitu gaya bahasa yang membandingkan dua objek berbeda, namun disamakan dengan menambahkan kata sambung bagaikanbak, atau seperti.
Contoh: Wajah ayah dan anak itu bagaikan pinang dibelah dua.
4.      Hiperbola, yaitu gaya bahasa yang mengungkapkan sesuatu secara berlebihan, bahkan terkesan tidak masuk akal. Contoh: “Pria itu memiliki semangat yang keras seperti baja, tentu ia akan menjadi orang sukses.”
5.      Eufemisme, yaitu gaya bahasa dimana kata-kata yang dianggap kurang baik diganti dengan padanan kata yang lebih halus.
Contoh: kata kencing diganti dengan buang air kecil.
6.      Metonimia, yaitu gaya bahasa yang menyandingkan istilah sesuatu untuk merujuk pada benda yang umum.
Contoh: “Bila haus, minumlah Aqua“, aqua berarti air dan merupakan merek air mineral.
7.      Simile, yaitu gaya bahasa yang menyandingkan suatu aktivitas dengan suatu ungkapan.
Contoh: “Anak kecil itu menangis bagaikan anak ayam kehilangan induknya.”
8.      Alegori, yaitu gaya bahasa yang menyandingkakan suatu objek dengan kata kiasan.
Contoh: “Mencari wanita yang sempurna seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami.”
9.      Sinekdok, majas ini terbagi dua, yaitu sinekdok pars pro toto dan sinekdok totem pro parte.
> Sinekdok pars pro toto adalah gaya bahasa yang menyebutkan sebagian unsur benda untuk menjelaskan keseluruhan benda tersebut. Contoh: “batang hidungnya tidak muncul juga hingga hari ini.” Dalam hal ini kata ‘batang hidung’ merujuk pada individu secara keseluruhan.
> Sinekdok totem proparte adalah gaya bahasa yang menyebutkan keseluruhan untuk menjelaskan sebagian situasi atau benda. Contoh: “Indonesia mewakili asia tenggara dalam turnamen sepak bola internasional.” Dalam hal ini kata ‘Indonesia’ merujuk pada tim sepak bolanya saja.
10.  Simbolik, yaitu gaya bahasa dengan ungkapan yang membandingkan antara manusia dengan sikap mahluk hidup lainnya.
Contoh: “Gadis itu selalu mencari kambing hitam untuk setiap masalahnya.”
B. Majas Pertentangan
Pengertian majas pertentangan adalah gaya bahasa dalam karya sastra yang menggunakan kata-kata kiasan dimana maksudnya berlawanan dengan arti sebenarnya. Beberapa yang termasuk dalam macam macam majas pertentangan adalah:
1.      Litotes, yaitu suatu ungkapan seperti merendahkan diri, meskipun pada kenyataan sebenarnya justru sebaliknya.
Contoh: “Silahkan mampir ke gubuk kami yang sederhana ini.” Rumah disebut sebagai gubuk.
2.      Paradoks, yaitu suatu gaya bahasa yang membandingkan situasi sebenarnya dengan situasi kebalikannya.
Contoh: “Di tengah keramaian itu aku merasa kesepian.”
3.      Antitesis, yaitu gaya bahasa yang memadukan pasangan kata dimana artinya saling bertentangan.
Contoh: “Semua orang sama di mata hukum, tak perduli tua-muda atau kaya-miskin.”
4.      Kontradiksi interminus, yaitu gaya bahasa yang menyangkal pernyataan yang disebutkan sebelumnya. Umumnya majas ini disertai dengan konjungsi, misalnya hanya saja atau kecuali.
Contoh: “Semua murid boleh bermain, kecuali murid yang tidak mengerjakan tugas.”
C. Majas Sindiran
Pengertian majas sindiran adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata kiasan dengan tujuan untuk memberikan sindiran kepada seseorang, perilaku, dan suatu kondisi. Beberapa yang termasuk dalam jenis majas sindiran adalah;
1.      Ironi, yaitu gaya bahasa yang memakai kata kiasan dimana artinya berlawanan dengan fakta sebenarnya. Contoh: “Wah ruang belajar mu sangat rapih, sampai-sampai sulit untuk duduk di sini.”
2.      Sinisme, yaitu gaya bahasa dimana seseorang memberikan sindiran secara langsung kepada orang lain. Contoh: “Badan mu bau sekali, tapi kalau disuruh mandi tidak mau.”
3.      Sarkasme, yaitu gaya bahasa yang digunakan untuk menyindir orang lain dengan konotasi yang kasar. Biasanya gaya bahasa ini diucapkan seseorang ketika ia sangat marah. Contoh: “Dasar tidak becus! Kalau tidak bisa kerja, kau hanya akan jadi sampah masyarakat!”
D. Majas Penegasan
Pengertian majas penegasan adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu secara tegas guna meningkatkan pemahaman dan kesan kepada pembaca/ pendengar. Beberapa yang termasuk dalam jenis majas penegasan adalah:
1.      Pleonasme, yaitu gaya bahasa yang menggunakan kata-kata dengan makna sama, terkesan tidak efektif tapi disengaja untuk menegaskan sesuatu. Contoh: “Ayo cepat naik ke atas, sebelum makanan mu menjadi dingin.”
2.      Repetisi, yaitu gaya bahasa yang mengulang kata-kata dalam suatu kalimat. Contoh: “Pria itu pencopetnya, dia pelakunya, dia yang mengambil dompet saya'”
3.      Retorik, yaitu gaya bahasa dalam bentuk kalimat tanya tetapi sebenarnya tidak perlu dijawab. Majas ini biasanya dipakai untuk penegasan sekaligus sindirian. Contoh: “Kalau kamu Sholat Jumat setiap hari apa mas?”
4.      Klimaks, yaitu gaya bahasa yang menjelaskan lebih dari dua hal secara berurutan dimana tingkatannya semakin lama semakin tinggi. Contoh: “Pada saat itu semua orang, mulai dari bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa, hingga lansia, pergi mengungsi akibat gempa.”
5.      Antiklimaks, yaitu gaya bahasa yang menjelaskan lebih dari dua hal secara berurutan untuk menegaskan sesuatu dengan mengurutkan dari tingkatan tertinggi ke tingkatan terendah. Contoh: “Setiap haris senin, mulai dari kepala sekolah, guru, staf, dan para murid di SMP Sipoholon, rutin melaksanakan upacara bendera.”
6.      Pararelisme, yaitu gaya bahasa yang mengulang-ulang sebuah kata untuk menegaskan makna kata tersebut dalam bebeberapa definisi yang berbeda. Biasanya digunakan pada sebuah puisi. Contoh: “Kasih pasti murah hati, kasih pasti lemah lembut, kasih pasti memaafkan…”
7.      Tautologi, yaitu gaya bahasa yang mengulang kata yang bersinonim untuk menegaskan suatu kondisi atau maksud tertentu. Contoh: “Sejarah masa lalu pria itu sangat kelam.”


Kamis, 01 Agustus 2019

Materi KD. 3.2 Struktur dan Kaidah Teks Deskripsi


Materi KD. 3.2 Menelaah Struktur dan kebahasaan dari teks deskripsi

Teks Deskripsi adalah teks yang berisikan penggambaran objek, tempat atau peristiwa tertentu yang diinformasikan kepada pembaca secara jelas dan terperinci. Pembaca seolah-olah melihat, mendengar dan merasakan sendiri sesuatu yang dideskripsikan oleh penulis. Dengan harapan pembaca mendapatkan kesan yang mendalam terhadap teks tersebut.

A.   Struktur Teks Deskripsi, merupakan kerangka dari keutuhan sebuah teks deskripsi. Berikut ini merupakan peta konsep dari struktur teks deskripsi:


Indentifikasi, berisi nama objek yang dideskripsikan, lokasi, sejarah lahirnya, makna nama, pernyataan umum tentang objek.
Deskripsi bagian, berisi tentang bagian topik yang dideskripsikan secara rinci. Misalnya tentang ciri fisik (warna,  ukuran), sifat-sifat, asal, kesukaan, dan lai-lain. Deskripsi hanya memberikan informasi mengenai tempat, benda, atau orang, binatang tertentu yang dibahas.
Simpulan atau kesan, merupakan bagian penutup dari teks deskripsi yang berisi tentang kesan umum terhadap objek yang dideskripsikan.
Contoh telaah struktur teks deskripsi:








B.   Kebahasaan Teks Deskripsi
Berikut ini merupakan serangkaian tata kebahasan yang terdapat pada teks deskripsi:
1.    Penggunaan kalimat perincian untuk mengongkretkan
Kalimat yang digunakan pada penulisan teks deskripsi, biasanya lebih rinci dan mendetail. Karena sesuai dengan fungsi teks deskripsi, yaitu untuk melukiskan atau menggambarkan objek deskripsi secara mendetail dan terperinci. Berikut ini contoh penggunaan kalimat yang terperinci pada teks dekskripsi:
Frasa perilaku “sangat baik”, dibuat lebih rinci dengan penjelasan menolong semua orang, ramah dan lembut tutur katanya kepada semaua orang.





2.    Penggunaan kalimat yang menggunakan cerapan pancaindra
Kalimat yang dituliskan pada teks deskripsi harus dapat diterima pancaindra manusia, yang meliputi: indra perasa, indra pendengar, indra penglihat dan indra penciuman. Berikut ini contoh penggunaan kalimat pada teks deskripsi yang melibatkan pancaindra manusia:
Masing-masing kalimat tersebut menggambarkan situasi deskripsi pada persawahan, meskipun ditampilkan dengan pengindraan yang berbeda-beda.

3.    Penggunaan kata berimbuhan dengan kata dasar
Kata berimbuhan adalah kata yang telah mengalami proses pengimbuhan atau afiksasi. Imbuhan atau afiksasi adalah morfem terikat yang digunakan dalam bentuk dasar untuk membentuk kata turunan. Teks deskripsi terdapat kata turunan yang berasal dari imbuhan kata (meN-), berikut ini penggunaan kata imbuhan yang tepat:
a.    Prefiks (awalan)       : me- , di- , ke- , ter- , pe- , per- , se- , ber-, meng-
b.    Infiks (sisipan)          : -er- , -el- , -em- , -in-
c.    Sufiks (akhiran)        : -kan, -an, -i, -nya, -man, -wan, -wati
d.    Konfiks                      : pe-an, ke-an, di-kan, memper-kan

4.    Penggunaan sinonim pada teks deskripsi
Sinonim adalah kata – kata yang memiliki bentuk yang berbeda, seperti tulisan maupun pelafalan, tetapi kata – kata tersebut memiliki makna yang mirip atau sama. Sinonim sering sekali disebut dengan persamaan kata atau padanan kata. Berikut ini adalah contoh – contoh kalimat yang bersinonim dan daftar kata – kata umum beserta dengan sinonimnya.
Tumbuhan = Flora; Binatang = hewan = fauna; Bohong = dusta; Baju = pakaian; Indah = Bagus = Elok; Pelit = kikir; Memohon = meminta; Kesal = marah; Memasak = menggoreng; Alami = tradisional; Mudah = gampang; Sulit = sukar; Menyukai = menyenangi; Mendengarkan = menyimak; Meminta = memohon; Lemah = Tidak berdaya; Mudah = gampang; Sulit = sukar; Pendek = rendah; Kosong = tidak berisi; Lunak = lembek; Kebut = Kencang, dll.

5.    Penggunaan kata depan pada teks deskripsi
Kata depan adalah kata-kata yang secara posisi diletakan sebelum kata benda, kata kerja atau kata keterangan, kata depan menandakan berbagai hubungan makna anatara kata depan dan kata yang ada dibelakangnya. Penulisan kata depan selalu dipisah dengan kata yang ada di belakangnya. Kata depan tidak boleh ditulis di awal kalimat.
a.    Kata depan di, contohnya: Aku terbiasa dengan suasana di pasar yang selalu riuh dengan penjual dan pembeli yang berbelanja.
b.    Kata depan ke, contohnya: Masyarakat datang berbondong ke tempat wisata, ketika liburan datang.
c.    Kata depan dari, contohnya: aku lebih senang membantu orang lain dari kesulitan yang dialaminya.
d.    Kata depan pada, contohnya: Balai adat biasanya digunakan pada upacara adat tertentu oleh masayarakat.

6.    Penggunaan Kata Khusus
Salah satu jenis kata dalam bahasa Indonesia adalah kata umum dan kata khusus. Kata umum adalah kata yang memiliki ruang lingkup luas dan masih dapat diperincikan lagi. Kata khusus adalah kata yang memiliki ruang lingkup kecil dan terbatas.
Contoh:
Kata umum – indah, kata khususnya – elok, cantik, menawan, rupawan, memesona, menakjubkan.
Kata umum – melihat, kata khususnya – menyaksikan, memperhatikan, mengintip, memandang.

7.    Penggunaan Huruf Kapital
Terdapat aturan tertentu pada penulisan huruf kapital, diantaranya:
a.    Huruf pertama unsur nama orang, gelar dan julukan. Misalnya: Si Ayam Jantan dari Timur, Sultan Agung, Haji Agus Salim.
b.    Huruf pertama nama bangsa, suku bangsa dan bahasa. Misalnya: suku Badui, negara Islandia, bahasa Indonesia.
c.    Huruf pertama nama tahun, hari dan hari raya. Misalnya: hari Minggu, bertepatan dengan hari Waisak.
d.    Huruf pertama unsur geografi. Misalnya: gunung Merapi, selat Sunda, laut Banda.

Label: