Sabtu, 29 April 2017

Sinopsis dan analisis (pe)alur(an) pada novel "Maryam" karya Okky Madasari



 Sinopsis Novel Maryam karya Okky Madasari 

Terlahir sebagai seorang  Ahmadiyah yang selama ini dipandang sesat oleh masyarakat tidaklah mudah. Hidup yang penuh banyak kejadian tidak menyenangkan hingga segala bentuk penghinaan pernah ia rasakan. Maryam, menjalani hari-harinya dengan berat. Meskipun akhirnya ia berusaha tegar menghadapinya dan menerima dirinya sebagai seorang Ahmadi.
Beban kehidupan itu dimulai dari penghinaan masyarakat terhadap Fatimah, adik Maryam yang menerima perlakuan buruk dari dari pihak sekolahnya karena dianggap sebagai penganut aliran sesat. Hingga akhirnya Fatimah mendapatkan nilai merah pada mata pelajaran agama di rapornya, yang justru menjadi ironi karena Fatimah sendiri tergolong sebagai anak yang rajin dan pintar di sekolahnya.
Sedangkan, Maryam sendiri setelah tamat SMA, ia memutuskan untuk meninggalkan Lombok tempat keluarganya untuk meneruskan kuliah di Surabaya. Hubungan jarak jauh dengan keluarga tidaklah menjadi kendala bagi Maryam untuk menuntut ilmu, sebab di Surabaya ia tinggal bersama sanak keluarganya sesame Ahmadi. Dan hingga ia berkenalan dengan pemuda yang bernama Gamal pada suatu pengajian rutin yang diselenggarakan Ahmadiyah.
Kedekatan Maryam dengan Gamal rupanya telah sampai kepada keluarga Pak Khairudin ayah Maryam di Lombok, sehingga keluarga Maryam memustuskan menyetujui hubungan mereka karena sesame Ahmadi. Dan apabila tidak ada halangan pernikahan Maryam dan Gamal dilangsungkan setelah Maryam menamatkan kuliahnya. Namun, ternyata berkebalikan semua rencana. Gamal menjadi berubah sikapnya terhadap Maryam dan pada kelurganya yang Ahmadi, setelah ia kembali dari magang kuliahnya. Gamal mengatakan Ahmadi itu sesat, sehingga ia kemudian meninggalkan Maryam dan keluarganya. Hal terebut yang membuat Maryam sangat terpukul, sehingga ia memustukan untuk merantau ke Jakarta setelah ia menamatkan kuliah di Surabaya, dengan harapan ia dapat melupakan semua kenangan bersama Gamal.
Kemudian di Jakarta ia tidaklah sulit mencari pekerjaan karena Maryam memiliki kelebihan, dan ia bekerja di sebuah bank swasta di Jakarta. Hingga ia bertemu dengan Alamsyah.
Hubungan Maryam dengan Alamsyah juga tidaklah mudah, karena Alamsyah tidaklah mendapat restu dari orang tua Maryam sebelum dirinya masuk Ahmadiyah. Hal tersebut yang ditentang Maryam, karena Maryam menganggap lebih baik Maryam mengikuti Alamsyah ketimbang Alamsyah yang harus mengikuti kehendak keluarga Maryam. Akhirnya pernikahan Maryam dengan Alamsyah dilangsungkan tanpa hadirnya pihak keluarga Maryam. Namun, pada awal pernikahan ada prosesi dimana Maryam dianggap sebagai penganut aliran sesat dan kemudian Maryam di sumpah untuk memeluk agama Islam sesuai keyakinan Alamsyah.
Tekad Maryam besar untuk melupakan masa lalu dirinya, namun pehak keluaraga dari Alamsyah selalu mengkaitkan Maryam sebagai mantan penganut aliran sesat, sehingga dosanya tak termaafkan akibatnya Maryam tidak juga diberikan keturunan dari Alamsyah. Polemik antara Maryam dan keluarga Alamsyah terjadi terus menerus, hingga akhirnya Maryam jengah dan memutuskan untuk bercerai dengan Alamsyah dan kembali lagi pada keluarganya di Lombok. Maryam tersadar hal itu dikarenakan ia tidak mendengarkan anjuran orang tua.
Keberadaan Maryam di Lombok, keadaannya telah berbeda di awal kepergiannya. Hal itu karena rumah Maryam yang semula berada di pantai Gerupuk telah berpindah di Gegurung, itu dikarenakan adanya penyerangan yang dilakukan oleh warga kepada rumah Maryam dan keluarga yang dianggap sesat. Terkejut Maryam mendapati keadaan seperti itu, karena toleransi antar sesame dahulu sangat erat hingga akhirnya ia memutuskan pergi semuanya berubah.
Hingga akhirnya Maryam dijodohkan dengan Umar, sesame anggota Ahmadi oleh Pak Khairudin. Tak lama kebahagiaan itu, kembali lagi rumah pengikut Ahmadiyah diserang lagi oleh warga yang tidak terima dengan keberadaan Ahmadiyah di kampungnya. Hal tersebut yang menyulut emosi Umar, Pak Khairudin, serta pemuda-pemuda Ahmadiyah yang lain. Karena Ahmadiyah menilai penyerangan dilakukan secara sepihak, tanpa adanya kompromi. Dan telah menyalahi HAM. Sehingga pertempuran terjadi, kemudian tak lama POLISI dating untuk menengahi dan mengungsikan semua anak-anak dan wanita ke gedung Transito, termasuk Maryam yang ketika itu sedang hamil.
Keadaan pengungsi Ahmadi di gedung Transito tidak kunjung membaik, karena keinginan mereka hanya ingin kembali menjalani kehidupan seperti biasa. Namun. Harapan itu pupus ketika POLISI setempat menjelaskan bahwa demi keamanan pengungsi Ahmadi tidak diperbolehkan kembali.
Pembelaan terhadap penderitaan kaum Ahmadi terus dilakukan hingga, perwakilan dari Ahmadi bertemu dengan Gubernur, namun mengejutkan pernyataan yang diterima. Bahwasannya Ahmadi dipersilahkan untuk menjauh dari Lombok untuk keamanan, pengungsi Ahmadiyah harus meminta perlindungan suaka dari Australia. Hingga anak pertama pasangan Maryam dan Umar terlahir, perjuangan keadilan terus dilakukan hingga akhirnya Maryam berinisiatif untuk menyurati Presiden demi meminta perlindungan dan keadilan.


Analisis alur pada novel "Maryam" karya Okky Madasari
 
Menurut Abrams, alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Alur yang digunakan pada novel Maryam ini adalah alur campuran. Cerita awalnya adalah kisah hidup Maryam di masa lalu (flashback) sebelum ia meninggalkan rumah dan keluarganya. Lalu alur berganti maju saat narator menceritakan kehidupan Maryam setelah kembali di tengah keluarganya dan menjalani hidup yang tidak terduga.

a)      Pengenalan
Pengenalan pada novel Maryam dimulai dari tokoh utama atau Maryam harus kecewa menerima kenyataan bahwasanya orang yang ia cintai pertama kali di Surabaya, yaitu Gamal telah menanggalkan keyakinan yang selama ini mereka yakini yaitu Ahmadi.

“Gamal yang sebelumnya menjawab dengan sopan menjadi beringas. Dengan suara lebih tinggi ia menyalahkan Bapak dan Ibunya. Ia menyebut segala yang mereka yakini sesat.” (Madasari, 2013:28)
“Apakah ia masih berhak merawat cintanya setelah Gamal benar-benar menanggalkan iman?” (Madasari, 2013:31)

Pada kutipan tersebut menandai awal terjadinya konflik atau pengenalan tokoh terhadap serangkaian konflik yang nantinya akan dihadapi hingga akhir cerita.

b)  Tahap Pemunculan Konflik (masalah)
Setelah pengenalan cerita, maka pada tahap pemunculan konflik digambarkan saat Maryam mulai berkenalan dengan Alamsyah dan ia putuskan untuk menikah dengan Alamsyah meskipun tidak ada restu dari keluarga Maryam, dan juga pihak keluarga Alamsyah kurang menyetujui pernikahan mereka tersebut. Sehingga Maryam memutuskan untuk bercerai dengan Alamsyah, karena Maryam masih dianggap sesat oleh pihak keluarga Alamsyah.

Pada akhir tahun 2000, seorang wali nikah dari Kantor Urusan Agama menikahkan mereka. Maryam sah menjadi isteri Alam. (Madasari, 2013:40)
Maryam merasa keluarga Alam tak pernah bias benar-benar menerimanya. Maryam merasa sikap-sikap baik yang ditunjukan kepadanya hanyalah terpaksa. Mereka masih mengangap Maryam orang yang berbeda dari mereka. Dalam pikiran Maryam, keluarga Alam menganggapnya sebagai orang sesat yang tak akan pernah berubah meski seribu kali mengucapkan tobat. (Madasari, 2013:114)

c)Tahap Klimaks

Tahapan klimaks pada novel ini ditandai dengan diusirnya Maryam dan Umar oleh warga Gerupuk, karena warga menganggap mereka itu sesat sehingga tidak pantas untuk berada di Gerupuk. Hal tersebut yang semakin memicu konflik horizontal yang terjadi. Antara warga Gerupuk dengan Ahmadiyah. Hingga akhirnya Ahmadiyah benar-benar diusir meskipun telah menempati hunian mereka yang baru, yakni di Gegurung.
“ “Sudah banyak kejadiannya, Bu Maryam. Warga yang marah pada orang-orang Ahmadiyah yang keras kepala. Di Gerupuk ini alhamdililah masih bias dikendalikan. Pak Khairuddin dulu pergi dengan aman. Jangan sampai sekarang ada yang menjadi korban,” kata Rohmat pelan. Ia memberikan peringatan sekaligus ancaman langsung pada Maryam.”  (Madasari, 2013:210)
“Mereka melempar sesuatu ke rumah yang dilewati. Rumah orang tua Maryam nomor empat dari ujung jalan. Itu artinya mereka akan segera sampai. Semua orang kini berdiri bersiap-siap. Pintu rumah ditutup rapat. Ibu Maryam mengunci dari dalam hanya laki-laki yang ada di luar.” (Madasari, 2013:225)

d)  Anti klimaks
. Usaha untuk meminta perhatian dari Gubernur dan Dinas Sosial sia-sia. Mereka tidak melakukan apapun, hanya mengirimkan pasokan makanan setiap bulannya. Fatimah lalu menikah dengan seorang lelaki yang bukan Ahmadi dengan Umar sebagai walinya. Beberapa saat kemudian, Maryam dan seluruh pengikut Ahmadi menerima kabar meninggalnya Pak Khairuddin dalam sebuah kecelakaan. Pemakamannya ditolak oleh warga, hingga mereka harus memakamkan di tempat lain.
Suasana pengungsian semakin penuh sesak. Maryam akhirnya membawa ibunya ke rumah dengan alasan kondisi Gedung Transito yang semakin sempit. Meskipun mereka masih tinggal di Gedung Transito, mereka tidak pernah lupa mengadakan pengajian dan salat bersama. Pengikut Ahmadi lain yang memiliki penghasilan mulai hidup mandiri, karena bantuan dari Dinas Sosial semakin berkurang. Semakin lama, wartawan semakin sering mengunjungi Gedung Transito, untuk menanyakan hal yang sama, yaitu kejadian pengusiran dan kondisi di pengungsian.
Juni 2008
Wajah ketiga tamu Gubernur itu marah mendengar kata-kata Gubernur. Mulut mereka terkunci. Tapi sorot mata mereka bicara banyak. Kemarahan dan sakit hati. (Madasari, 2013:249)
Kabar kematian Pak Khairuddin bergerak cepat ke orang-orang di Transito…. (Madasari, 2013:260)
Gedung Transito kian hari kian sesak. Barang-barang bertambah: baju dan aneka perkakas. (Madasari, 2013:266)
Pengajian rutin selalu diadakan pada Jumat sore…bantuan bahan makanan dari Dinas Sosial kini semakin berkurang….(Madasari, 2013:267)
…banyak wartawan datang ke Transito. (Madasari, 2013:269)


e)   Tahap Penyelesaian
Novel ini ditutup dengan epilog yang dinaratori oleh Maryam. Maryam yang mengirimkan sebuah surat sebagai kritik atas sikap acuh tak acuh Gubernur dan pemerintah kepada pengikut Ahmadi selama ini. Kehidupan pengikut Ahmadi di Gedung Transito masih tetap seperti sebelumnya. Harapan Maryam adalah keadilan dapat ditegakkan.
Januari 2011
Saya Maryam Hayati.
Ini surat ketigayang saya kirim ke Bapak. Semoga surat saya kali ini bisa mendapat tanggapan. (Madasari, 2013:273)
Kami mohon keadilan. Sampai kapan lagi kami harus menunggu? (Madasari, 2013:275)
 

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda