Sinopsis dan analisis (pe)alur(an) pada novel "Maryam" karya Okky Madasari
Sinopsis Novel Maryam karya Okky Madasari
Terlahir sebagai seorang Ahmadiyah yang selama ini dipandang sesat
oleh masyarakat tidaklah mudah. Hidup yang penuh banyak kejadian tidak
menyenangkan hingga segala bentuk penghinaan pernah ia rasakan. Maryam,
menjalani hari-harinya dengan berat. Meskipun akhirnya ia berusaha tegar
menghadapinya dan menerima dirinya sebagai seorang Ahmadi.
Beban kehidupan itu dimulai dari
penghinaan masyarakat terhadap Fatimah, adik Maryam yang menerima perlakuan buruk
dari dari pihak sekolahnya karena dianggap sebagai penganut aliran sesat.
Hingga akhirnya Fatimah mendapatkan nilai merah pada mata pelajaran agama di
rapornya, yang justru menjadi ironi karena Fatimah sendiri tergolong sebagai
anak yang rajin dan pintar di sekolahnya.
Sedangkan, Maryam sendiri setelah tamat
SMA, ia memutuskan untuk meninggalkan Lombok tempat keluarganya untuk
meneruskan kuliah di Surabaya. Hubungan jarak jauh dengan keluarga tidaklah
menjadi kendala bagi Maryam untuk menuntut ilmu, sebab di Surabaya ia tinggal
bersama sanak keluarganya sesame Ahmadi. Dan hingga ia berkenalan dengan pemuda
yang bernama Gamal pada suatu pengajian rutin yang diselenggarakan Ahmadiyah.
Kedekatan Maryam dengan Gamal rupanya
telah sampai kepada keluarga Pak Khairudin ayah Maryam di Lombok, sehingga
keluarga Maryam memustuskan menyetujui hubungan mereka karena sesame Ahmadi.
Dan apabila tidak ada halangan pernikahan Maryam dan Gamal dilangsungkan
setelah Maryam menamatkan kuliahnya. Namun, ternyata berkebalikan semua
rencana. Gamal menjadi berubah sikapnya terhadap Maryam dan pada kelurganya
yang Ahmadi, setelah ia kembali dari magang kuliahnya. Gamal mengatakan Ahmadi
itu sesat, sehingga ia kemudian meninggalkan Maryam dan keluarganya. Hal
terebut yang membuat Maryam sangat terpukul, sehingga ia memustukan untuk
merantau ke Jakarta setelah ia menamatkan kuliah di Surabaya, dengan harapan ia
dapat melupakan semua kenangan bersama Gamal.
Kemudian di Jakarta ia tidaklah sulit
mencari pekerjaan karena Maryam memiliki kelebihan, dan ia bekerja di sebuah
bank swasta di Jakarta. Hingga ia bertemu dengan Alamsyah.
Hubungan Maryam dengan Alamsyah juga
tidaklah mudah, karena Alamsyah tidaklah mendapat restu dari orang tua Maryam
sebelum dirinya masuk Ahmadiyah. Hal tersebut yang ditentang Maryam, karena
Maryam menganggap lebih baik Maryam mengikuti Alamsyah ketimbang Alamsyah yang
harus mengikuti kehendak keluarga Maryam. Akhirnya pernikahan Maryam dengan
Alamsyah dilangsungkan tanpa hadirnya pihak keluarga Maryam. Namun, pada awal
pernikahan ada prosesi dimana Maryam dianggap sebagai penganut aliran sesat dan
kemudian Maryam di sumpah untuk memeluk agama Islam sesuai keyakinan Alamsyah.
Tekad Maryam besar untuk melupakan masa
lalu dirinya, namun pehak keluaraga dari Alamsyah selalu mengkaitkan Maryam
sebagai mantan penganut aliran sesat, sehingga dosanya tak termaafkan akibatnya
Maryam tidak juga diberikan keturunan dari Alamsyah. Polemik antara Maryam dan
keluarga Alamsyah terjadi terus menerus, hingga akhirnya Maryam jengah dan
memutuskan untuk bercerai dengan Alamsyah dan kembali lagi pada keluarganya di
Lombok. Maryam tersadar hal itu dikarenakan ia tidak mendengarkan anjuran orang
tua.
Keberadaan Maryam di Lombok, keadaannya
telah berbeda di awal kepergiannya. Hal itu karena rumah Maryam yang semula
berada di pantai Gerupuk telah berpindah di Gegurung, itu dikarenakan adanya
penyerangan yang dilakukan oleh warga kepada rumah Maryam dan keluarga yang dianggap
sesat. Terkejut Maryam mendapati keadaan seperti itu, karena toleransi antar
sesame dahulu sangat erat hingga akhirnya ia memutuskan pergi semuanya berubah.
Hingga akhirnya Maryam dijodohkan dengan
Umar, sesame anggota Ahmadi oleh Pak Khairudin. Tak lama kebahagiaan itu,
kembali lagi rumah pengikut Ahmadiyah diserang lagi oleh warga yang tidak
terima dengan keberadaan Ahmadiyah di kampungnya. Hal tersebut yang menyulut
emosi Umar, Pak Khairudin, serta pemuda-pemuda Ahmadiyah yang lain. Karena Ahmadiyah
menilai penyerangan dilakukan secara sepihak, tanpa adanya kompromi. Dan telah
menyalahi HAM. Sehingga pertempuran terjadi, kemudian tak lama POLISI dating
untuk menengahi dan mengungsikan semua anak-anak dan wanita ke gedung Transito,
termasuk Maryam yang ketika itu sedang hamil.
Keadaan pengungsi Ahmadi di gedung
Transito tidak kunjung membaik, karena keinginan mereka hanya ingin kembali
menjalani kehidupan seperti biasa. Namun. Harapan itu pupus ketika POLISI
setempat menjelaskan bahwa demi keamanan pengungsi Ahmadi tidak diperbolehkan
kembali.
Pembelaan terhadap penderitaan kaum
Ahmadi terus dilakukan hingga, perwakilan dari Ahmadi bertemu dengan Gubernur,
namun mengejutkan pernyataan yang diterima. Bahwasannya Ahmadi dipersilahkan
untuk menjauh dari Lombok untuk keamanan, pengungsi Ahmadiyah harus meminta
perlindungan suaka dari Australia. Hingga anak pertama pasangan Maryam dan Umar
terlahir, perjuangan keadilan terus dilakukan hingga akhirnya Maryam
berinisiatif untuk menyurati Presiden demi meminta perlindungan dan keadilan.
Analisis alur pada novel "Maryam" karya Okky Madasari
Menurut Abrams, alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh
tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh
para pelaku dalam suatu cerita. Alur yang digunakan pada novel Maryam ini adalah alur campuran. Cerita
awalnya adalah kisah hidup Maryam di masa lalu (flashback) sebelum ia meninggalkan rumah dan keluarganya. Lalu alur
berganti maju saat narator menceritakan kehidupan Maryam setelah kembali di
tengah keluarganya dan menjalani hidup yang tidak terduga.
a) Pengenalan
Pengenalan pada novel Maryam dimulai dari tokoh utama atau
Maryam harus kecewa menerima kenyataan bahwasanya orang yang ia cintai pertama
kali di Surabaya, yaitu Gamal telah menanggalkan keyakinan yang selama ini
mereka yakini yaitu Ahmadi.
“Gamal yang sebelumnya menjawab dengan sopan
menjadi beringas. Dengan suara lebih tinggi ia menyalahkan Bapak dan Ibunya. Ia
menyebut segala yang mereka yakini sesat.” (Madasari, 2013:28)
“Apakah ia masih berhak merawat cintanya
setelah Gamal benar-benar menanggalkan iman?” (Madasari, 2013:31)
Pada kutipan tersebut menandai awal terjadinya konflik atau
pengenalan tokoh terhadap serangkaian konflik yang nantinya akan dihadapi
hingga akhir cerita.
b) Tahap Pemunculan Konflik (masalah)
Setelah
pengenalan cerita, maka pada tahap pemunculan konflik digambarkan saat Maryam mulai
berkenalan dengan Alamsyah dan ia putuskan untuk menikah dengan Alamsyah
meskipun tidak ada restu dari keluarga Maryam, dan juga pihak keluarga Alamsyah
kurang menyetujui pernikahan mereka tersebut. Sehingga Maryam memutuskan untuk
bercerai dengan Alamsyah, karena Maryam masih dianggap sesat oleh pihak
keluarga Alamsyah.
Pada akhir tahun 2000,
seorang wali nikah dari Kantor Urusan Agama menikahkan mereka. Maryam sah
menjadi isteri Alam. (Madasari, 2013:40)
Maryam merasa keluarga Alam
tak pernah bias benar-benar menerimanya. Maryam merasa sikap-sikap baik yang
ditunjukan kepadanya hanyalah terpaksa. Mereka masih mengangap Maryam orang
yang berbeda dari mereka. Dalam pikiran Maryam, keluarga Alam menganggapnya
sebagai orang sesat yang tak akan pernah berubah meski seribu kali mengucapkan
tobat. (Madasari, 2013:114)
c)Tahap Klimaks
Tahapan
klimaks pada novel ini ditandai dengan diusirnya Maryam dan Umar oleh warga
Gerupuk, karena warga menganggap mereka itu sesat sehingga tidak pantas untuk
berada di Gerupuk. Hal tersebut yang semakin memicu konflik horizontal yang
terjadi. Antara warga Gerupuk dengan Ahmadiyah. Hingga akhirnya Ahmadiyah
benar-benar diusir meskipun telah menempati hunian mereka yang baru, yakni di
Gegurung.
“ “Sudah banyak kejadiannya,
Bu Maryam. Warga yang marah pada orang-orang Ahmadiyah yang keras kepala. Di
Gerupuk ini alhamdililah masih bias dikendalikan. Pak Khairuddin dulu pergi
dengan aman. Jangan sampai sekarang ada yang menjadi korban,” kata Rohmat
pelan. Ia memberikan peringatan sekaligus ancaman langsung pada Maryam.” (Madasari, 2013:210)
“Mereka melempar sesuatu ke rumah yang
dilewati. Rumah orang tua Maryam nomor empat dari ujung jalan. Itu artinya
mereka akan segera sampai. Semua orang kini berdiri bersiap-siap. Pintu rumah
ditutup rapat. Ibu Maryam mengunci dari dalam hanya laki-laki yang ada di
luar.” (Madasari, 2013:225)
d) Anti klimaks
. Usaha
untuk meminta perhatian dari Gubernur dan Dinas Sosial sia-sia. Mereka tidak
melakukan apapun, hanya mengirimkan pasokan makanan setiap bulannya. Fatimah
lalu menikah dengan seorang lelaki yang bukan Ahmadi dengan Umar sebagai
walinya. Beberapa saat kemudian, Maryam dan seluruh pengikut Ahmadi menerima
kabar meninggalnya Pak Khairuddin dalam sebuah kecelakaan. Pemakamannya ditolak
oleh warga, hingga mereka harus memakamkan di tempat lain.
Suasana
pengungsian semakin penuh sesak. Maryam akhirnya membawa ibunya ke rumah dengan
alasan kondisi Gedung Transito yang semakin sempit. Meskipun mereka masih
tinggal di Gedung Transito, mereka tidak pernah lupa mengadakan pengajian dan
salat bersama. Pengikut Ahmadi lain yang memiliki penghasilan mulai hidup
mandiri, karena bantuan dari Dinas Sosial semakin berkurang. Semakin lama,
wartawan semakin sering mengunjungi Gedung Transito, untuk menanyakan hal yang
sama, yaitu kejadian pengusiran dan kondisi di pengungsian.
Juni 2008
Wajah ketiga tamu Gubernur
itu marah mendengar kata-kata Gubernur. Mulut mereka terkunci. Tapi sorot mata
mereka bicara banyak. Kemarahan dan sakit hati. (Madasari, 2013:249)
Kabar kematian Pak Khairuddin
bergerak cepat ke orang-orang di Transito…. (Madasari, 2013:260)
Gedung Transito kian hari
kian sesak. Barang-barang bertambah: baju dan aneka perkakas. (Madasari,
2013:266)
Pengajian rutin selalu
diadakan pada Jumat sore…bantuan bahan makanan dari Dinas Sosial kini semakin
berkurang….(Madasari, 2013:267)
…banyak wartawan datang ke
Transito. (Madasari, 2013:269)
e) Tahap Penyelesaian
Novel
ini ditutup dengan epilog yang dinaratori oleh Maryam. Maryam yang mengirimkan
sebuah surat sebagai kritik atas sikap acuh tak acuh Gubernur dan pemerintah
kepada pengikut Ahmadi selama ini. Kehidupan pengikut Ahmadi di Gedung Transito
masih tetap seperti sebelumnya. Harapan Maryam adalah keadilan dapat
ditegakkan.
Januari 2011
Saya Maryam Hayati.
Ini surat ketigayang saya kirim ke Bapak.
Semoga surat saya kali ini bisa mendapat tanggapan. (Madasari, 2013:273)
Kami mohon keadilan. Sampai kapan lagi kami
harus menunggu? (Madasari, 2013:275)
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda