KUMPULAN PUISI SASTRAWAN INDONESIA (sarat makna)
KUMPULAN PUISI
SASTRAWAN INDONESIA
Karangan
Bunga
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke salemba
Sore itu.
Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi.
Salemba
Alma Mater, janganlah bersedih
Bila arakan ini bergerak pelahan
Menuju pemakaman
Siang ini.
Anakmu yang berani
Telah tersungkur ke bumi
Ketika melawan tirani.
Karya : Taufik Ismail
DIPONEGORO
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
Oleh : Chairil Anwar
BELAJAR PADA BATU-BATU
Belajar pada batu-batu, alif demi alif
di matamu kueja. dingin alismu menelikung pada
setiap tembok yang membangun sunyi nafasku. di sana
kau taburkan bunga dan batu
sambil menciumi telapak tanganmu yang kosong
belajar pada batu-batu, tuak di gelas-gelas
kutumpahkan. meja terluka. kursi bergerak
ke arahku
awan bergerak memandangmu, mengais-ngais
jasadku dari rumpun daun yang mengering, padahal
di situ, batu-batu yang diam masih kurenungkan
Karya: Jamal D. Rahman 1988
KARAWANG BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi
Karya Chairil Anwar
Perubahan
Kami menunggu seseorangMenunggu seseorang yang membawa obor
Dan menyimpan bajak serta lunas perahu di matanya
Mengaku bukan penyair atau pegawai negeri
Berbicara dengan bahasa sederhana dan mengerti
Persoalan sehari-hari. Sudah lama kami tegang
Kami melihat arus sungai yang deras
Menyaksikan gerak air di antara batu-batu
Airmata kami runtuh juga akhirnya
Sepanjang jalan kami menundukkan kepala
Menghitung langkah kaki
Kami luluh dan kami pun bisu
Kami seperti orang-orang asing di sini
Tak tahu apapun yang akan terjadi
Kami mengubur kata-kata di dasar hati
Menyumbat kedua telinga
Perubahan yang kami rindukan
Tak kunjung terucapkan
Karya: Acep Zamzam Noor
IBU
Ibu ...
Kaulah gua teduh
tempatku bertapa bersamamu
sekian lama
Kaulah kawah
dari mana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah bumi
yang tergelar lembut bagiku
melepas lelah dan nestapa
Gunung yang menjaga mimpiku
siang dan malam
Mata air yang tak brenti mengalir
membasahi dahagaku
Telaga tempatku bermain
berenang dan menyelam Kaulah, ibu, langit dan laut
yang menjaga lurus horisonku
Kaulah, ibu, mentari dan rembulan
yang mengawal perjalananku
mencari jejak sorga
di telapak kakimu
(Tuhan Aku bersaksi Ibuku telah melaksanakan amanatMu
menyampaikan kasih sayang Mu maka kasihilah ibuku
seperti Kau mengasihi kekasih-kekasih Mu Amin).
Karya: Gus Mus (KH. Mustofa Bisri)
Kaulah gua teduh
tempatku bertapa bersamamu
sekian lama
Kaulah kawah
dari mana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah bumi
yang tergelar lembut bagiku
melepas lelah dan nestapa
Gunung yang menjaga mimpiku
siang dan malam
Mata air yang tak brenti mengalir
membasahi dahagaku
Telaga tempatku bermain
berenang dan menyelam Kaulah, ibu, langit dan laut
yang menjaga lurus horisonku
Kaulah, ibu, mentari dan rembulan
yang mengawal perjalananku
mencari jejak sorga
di telapak kakimu
(Tuhan Aku bersaksi Ibuku telah melaksanakan amanatMu
menyampaikan kasih sayang Mu maka kasihilah ibuku
seperti Kau mengasihi kekasih-kekasih Mu Amin).
Karya: Gus Mus (KH. Mustofa Bisri)
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda