ESTETIKA PUISI DALAM LAGU Musikalisasi Puisi Gus Mus oleh Iwan Fals
Musikalisasi
Puisi Gus Mus oleh Iwan Fals
Oleh
: Astra P. Leksana
Latar Belakang
Puisi adalah lantunan kata-kata indah yang
terangkai menjadi satu kesatuan dengan struktur bahasa yang merupakan wahana
sang penyair dalam menyampaikan pesan atau amanat yang tersirat mupun tersurat[1].
Keindahan kata-kata tersebut merupakan ciri-ciri puisi yang memberikan kesan
puitik pada kata-katanya, karenanya pada umumnya bahasa yang digunakan dalam
puisi yakni banyak menggunakan gaya bahasa dalam pengungkapan suatu maksud atau
tujuan terentu dari sang penyair. Permunculan gaya bahasa biasanya didominasi
dengan metafora atau perumpamaan dan kemudian ironi atau gaya bahasa sindiran.
Karena pada gaya bahasa metafora, penyair dapat dengan leluasa membuat
perumpamaan kepada obyek yang hendak menjai tujuannya, seperti:
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang[2]
Puisi diatas adalah penggalan puisi Chairil Anwar yang berjudul Aku, dalam kutipan puisi tersebut
tergambar bahwa, sang penyair atau Chairil menggunakan metafora untuk dirinya
sebagai binatang jalang. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengumpamakan dirinya
yang ingin berontak dengan kehidupan yang ia jalani, bagaikan binatang jalang.
Karena itu bahasa puisi disebut karena keidahannya dalam upaya mengungkapkan
obyek yang dituju sang penyair.
Sedangkan gaya bahasa
ironi, sering digunakan penyair dalam puisi sebagai bentuk nyata dari sebuah
kritikan krtikan atau sindiran, misalnya:
Selamat pagi pak, selamat pagi
bu, ucap anak sekolah
dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar
sejarah palsu dari buku-buku palsu.[3]
dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar
sejarah palsu dari buku-buku palsu.[3]
Puisi atau sajak diatas merupakan penggalan puisi Agus R. Sardjono yang
berjudul sajak palsu, kata-kata palsu
tersebut muncul sebagai mosi tidak percaya kepada pemerintahan kala itu era
revormasi 1998. Kemudian sebagai wujud ekspresinya penyair mengunkapkan
kekesalannya dengan gaya bahasa ironi tersebut. Sehingga itulah yang
mengkategorika puisi sebagai karya sastra yang memiliki nilai estetika yang
luar biasa.
Puisi jadi terasa lebih indah, lebih nikmat,dan
lebih komunikatif, dalam arti lebih dapat dipahami maknanya secara lebih dalam
bentuk komposisi lagu. Apalagi, jika lagu tersebut dilantunkan oleh vokalis
yang tidak sekedar “menyuarakan” lewat mulutnya, tetapi dengan keindahan olah
vokal yang dimilikinya. Didukung oleh instrument musik yang beragam, maka puisi
tersebut menjaai sajian puisi yang lebih “lezat” terasa di pendengaran. Jika
diumpamakan pada gizi makanan, maka gizi tersebut begitu baik dan begitu besar
kandungannya serta memberikan pencerahan spiritual bagi rohani kita.[4]Karena
daya imaji serta daya krativitas yang dimiliki manusia sebenarnya tanpa batas,
oleh karenanya bagaimana orang tersebut bisa memaksimalkannya.
Hal tersebut mungkin yang menginspirasi
kehadiran musikalisasi yang dilakukan Iwan Fals, ia menyanyikan lagu yang
liriknya diciptakan oleh seorang kyai yang berasa dari Rembang ialah Gus Mus.
Gus Mus merupakan kyai yang kratif dalam baik dalam seni, maupun sastra. Bahkan
tiap puisi-puisinya selalu berisikan makriftat[5]
Islam, yang itu sangat jarang ditemukan pada penyair manapun. Karena sosok Gus
Mus merupakan kyai yang dapat mempertemukansains
and artserta memadukan agama, gus mus memadukan agama sebagai ilmu namun
disampaikan dengan bahasa seni budaya[6].
Selain itu juga beliau sanggup menterjemahkan sebuah persoalan yang pelik
menjadi mudah dipahami.
Terlebih lagi kharisma
seorang Iwan Fals sangat besar. Dia sangat dipuja oleh kaum 'akar rumput',kesederhanaannya menjadi
panutan para penggemarnya yang tersebar di seluruh Nusantara, tak jarang setiap lagu yang dilantunkannya
bias membawa dampak besar bagi pendengarnya.Bisa dikatakan bahwa Iwan Fals
adalah sosok fenomenal, karena tak setiap perbuatannya pasti hendak menjadi
panutan penggemarnya. Diharapkam pesan-pesan humanisme yang dkehendaki Gus Mus
dalam puisinya bisa tersampaikan sepenuhnya oleh karena sosok Iwan Fals itu
sendiri.
Pada dasarnya kekhawatiran masyarakat termasuk
sastrawan akan rendahnya apresiasi sastra yang memicu para insan seni untuk
semakin berkreatif dalam proses mengemas karyanya tersebut semenarik mungkin
agar memiliki nilai estetika yang tinggi, disamping itu juga sebuah karya
menjadi memiki nilai jual tersendiri bila di masukan kedalam dapur industri
komersil. Ketika kita beranggapan bahwa sastra merupakan komoditi[7],
namun berbeda sikap yang ditunjukan oleh Iwan Fals dalam mengemas puisi Gus Mus
tersebut menjadi sebuah lantunan melodi, yang bersifat persuasife. Sehingga
pendengar diharapkan bisa terbius dalam syair yang berupa dakwah humanism yang
ditunjukan oleh Gus Mus.[8]
Dan hal-hal tersebut yang melatarbelakangi
mencuatnya ide pembahasan pada kajian ini, musikalisasi. Karena pengaruh puisi
Gus Mus akan menberikan dampak yang luar biasa jika dibawakan dengan
dinyanyikan berulang kali oleh sosok yang menjadi figur, yakni Iwan Fals[9].
Hal tersebut sangat menarik bagi saya selaku pemakalah karena antara Gus Mus
dan Iwan Fals memiliki kesamaan atau benang merah yang terkait pesan
kemanusiaan[10]
dalam setiap hela nafasnya, yang diyakini bisa berpengaruh pada generasi muda.
Untuk menunjang kajian makalah ini, saya
cenderung menggunakan pendekatan sastra secara pragmatik. Pada kajian ini
pendekatan yang saya lakukan menitikberatkan pada apresiassi pembaca, yang
merupakan saya pikir mendalami kajian tentang puisi, kepenyairan Gus Mus, serta
jalan hidup dan pemikiran Iwan Fals. Untuk itu saya memilih narasumber yang
sangat relevan terkait kajian ini, yang pertama ialah Drs. Dwi Purwanto
merupakan pemerhati sastra Indonesia khsusus nya puisi, kemudian Ahmad
Bachtiar, M.Hum beliau merupakan dosen Bahasa dan Sastra yang mendalami sejarah
sastra Indonesia selain itu beliau juga amat memperhatikan perkembangan Iwan
Fals musisi yang dikenal sebagai suara kaum akar rumput, kemudian ada Tiar yang
merupakan mahasiswa yang menggemari sosok Iwan Fals baik secara lagu dan
kepribadian, yang terakhir ialah Ahmad Choiri yakni sosok yang spartan dan
selalu berapi-api ketika mebicarakan tentang kajian puisi selain itu juga ia
merupakan sosok mahasiswa yang berlatarbelakang pesantren juga merupakan
pengidola sosok Gus Mus.
[1]Rene Wellek & Austin Warren, Teori Kesusasteraan diindonesiakan oleh
Melani Budianta (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 1993) hal 183.
[2] Chairil anwar, Derai – Derai Cemara (Horison, Jakarta: 1999). hal: 14
[4]Saeful Badar, Musikalisasi yang Memperindah Puisi
(Harian Pikiran Rakyat, Bandung: 2007) hal: 10, kolom: 4-9
[5]Merupakan makna dariberfikir
akan kekuasaan Allah atau suasana hati
yang menggambarkan menuju kedekatan hamba dengan Tuhannya.
[6]Merupakan pernyatan yang berasal dari Komarudin
Hidayat, pada kick Andy metro TV
[7]Sapardi Djoko Damono, Politik Ideologi dan Sastra Hibrida (Pustaka Firdaus, Jakarta:
1999) hal: 140
[8]Merupakan kutitipan dari wawancara dengan Drs.
Dwi Purwanto pada 19 Desember 2012
[9]Merupakan kutipan wawancara dengan Ahmad Choiri
pada 17 Desember 2012
[10]Merupakan kutipan wawancara dengan Ahmad
Bachtiar, pada 20 Desember 2012
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda