Review Tragedi Buah Apel
Review
Tragedi Buah Apel
Dalam kajian ini “ Tragedi Buah
Apel “, Lisabona Rahman selaku penulis mengapungkan tema yang disajiakan yakni,
seks dalam karya Ayu Utami yang diwakili oleh Saman yang dibandingkan dengan fire
of flying milik Erica Jong. Karena kedua karya tersebut yang dianggap Lisabona
Rahman sebagai karya yang mengindikasikan penataran kajian sex sebagai anggapan
yang bukan lagi tabu dimata wanita.
Dalam kajian Lisabona dikaji dua
hal yang menjadi point, yakni bagaimana penulis novel tersebut menampilkan
hubungan heteroseksual dan bagaimana perempuan itu sendiri dalam mengenal
tubuhnya baik secara batiniah dan lahiriah. Kedua karya ini serupa sebab, pada
awal kemunculannya dinilai controversial oleh masyrakat. Karena cenderung
menggungkapkan hal yang selalu dianggap tabu dalam masyarakat namun menjadi
patut dan layak dibicaakan.
Pada novel Saman dicerikan oleh
beberapa narrator tokoh dalam cerita, termasuk Saman sendiri yang berperan
sebagai tokoh utama dan beberapa bagian penyampaian menggunakan gaya
epistolaris. Hal tersebut berbeda dengan fire of flying karya Erica Jong, penulis menempatkan tokoh utama Isadora
sebagai pencerita kejadian demi kejadian sehingga menggunakan sudut pandang
orang pertama.
Melalui dialog tokoh Ayu Utami
ingin mengungkapkan kekesalan mengapa wanita hanya pasrah terhadap kodrat yang
diberkan sejak lahir, ia seakan ingin berontak terhadap fakta yang saat ini ada
dalam masyarakat. Dan hal tersebut juga sama yang diungkapkan Erica Jong
melalui fire of flying namun cara pengungkapan yang dilakukan Erica hanya
melalui tokoh tunggal, sehingga dianggap tokoh tersbut terlalu menggurui pada
konteksnya.
Dan begitu juga yang disampaikan
oleh Ayu Utami ketika, memunculkan dialog yang dilakukan Laila sebagai perempuan
yang pasif dalam hal perasaan, berbeda dengan perempuan pada umumnya yang lebih
mementingkan perasaan. Laila begitu maskulin tergambar pada dialognya, meskipun
saat berada dalam tekanan social yang dialami. Namun secara kebutuhan seks,
dalam Saman dan fire of flying digambarkan begitu ekspresif. Pada keduanya
sepakat mengatakan bahwa pemahaman kepuasan dalam bercinta tidak hanya didapat
ketika perkawinan berlangsung, tapi suatu yang berjalan tanpa harus disadari.
Proses sosialisasi tentang seksualitas
perempuan adalah tema yang dihindari dalam edukasi keluarga kepada anak, sebab
nantinyaakan muncul sebuah intuisi control dengan sendirinya dari sang anak
terhadap seksualitas yang mengakibatkan pilihan menolak atau menerimanya.
Sehingga keluarga hendaknya memberikan ruang gerak pada anak untuk perlahan
mengetahui hal tersebut agar tidak menjadi hal yang tabu.
Karya tersebut menjadi
kontroversial dimata publik, karena kedua karya tersebut dihasilkan oleh kaum
wanita. Hal tersebut mungkin tidak adil, karena wanita dianggap menjadi sosok
penjaga rahasia namun justru malah membeberkan aib dan merendahkan dirinya
sendiri dengan ungkapan seks yang vulgar. Pengungkapan seks yang yang digunakan
Saman merupakan ilustrasi hubungan atas kuasa pendefinisian seksualitas pada
perempuan dan dalam Fire of Flying seks merupakan suatu media yang digunakan
tokoh dalam mencari jati dirinya sendiri yang menunjang kreativitasnya.
Sehingga kesimpulan yang bisa ditarik dari sebuah pengungkapan bahasa adalah
lebih dari sebuah media untuk
menggambarkan sesuatu, tapi tentang persoalan yang harus dihadapi.
Garis besar permasalahan perempuan
yang dihadapi pada Saman ialah pada konstruksi seksualitas oleh kuasa politik,
budaya, dan agama. Sedangkan dalam Fire of Flying permasalahan seksualitas yang
diangkat hanya kecakupan pada masalah seksualitas pada individu saja.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda