Sabtu, 16 Agustus 2014

Review Tragedi Buah Apel

Review Tragedi Buah Apel

Dalam kajian ini “ Tragedi Buah Apel “, Lisabona Rahman selaku penulis mengapungkan tema yang disajiakan yakni, seks dalam karya Ayu Utami yang diwakili oleh Saman yang dibandingkan dengan fire of flying milik Erica Jong. Karena kedua karya tersebut yang dianggap Lisabona Rahman sebagai karya yang mengindikasikan penataran kajian sex sebagai anggapan yang bukan lagi tabu dimata wanita.
Dalam kajian Lisabona dikaji dua hal yang menjadi point, yakni bagaimana penulis novel tersebut menampilkan hubungan heteroseksual dan bagaimana perempuan itu sendiri dalam mengenal tubuhnya baik secara batiniah dan lahiriah. Kedua karya ini serupa sebab, pada awal kemunculannya dinilai controversial oleh masyrakat. Karena cenderung menggungkapkan hal yang selalu dianggap tabu dalam masyarakat namun menjadi patut dan layak dibicaakan.
Pada novel Saman dicerikan oleh beberapa narrator tokoh dalam cerita, termasuk Saman sendiri yang berperan sebagai tokoh utama dan beberapa bagian penyampaian menggunakan gaya epistolaris. Hal tersebut berbeda dengan fire of flying karya Erica Jong,  penulis menempatkan tokoh utama Isadora sebagai pencerita kejadian demi kejadian sehingga menggunakan sudut pandang orang pertama.
Melalui dialog tokoh Ayu Utami ingin mengungkapkan kekesalan mengapa wanita hanya pasrah terhadap kodrat yang diberkan sejak lahir, ia seakan ingin berontak terhadap fakta yang saat ini ada dalam masyarakat. Dan hal tersebut juga sama yang diungkapkan Erica Jong melalui fire of flying namun cara pengungkapan yang dilakukan Erica hanya melalui tokoh tunggal, sehingga dianggap tokoh tersbut terlalu menggurui pada konteksnya.

Dan begitu juga yang disampaikan oleh Ayu Utami ketika, memunculkan dialog yang dilakukan Laila sebagai perempuan yang pasif dalam hal perasaan, berbeda dengan perempuan pada umumnya yang lebih mementingkan perasaan. Laila begitu maskulin tergambar pada dialognya, meskipun saat berada dalam tekanan social yang dialami. Namun secara kebutuhan seks, dalam Saman dan fire of flying digambarkan begitu ekspresif. Pada keduanya sepakat mengatakan bahwa pemahaman kepuasan dalam bercinta tidak hanya didapat ketika perkawinan berlangsung, tapi suatu yang berjalan tanpa harus disadari.
 Proses sosialisasi tentang seksualitas perempuan adalah tema yang dihindari dalam edukasi keluarga kepada anak, sebab nantinyaakan muncul sebuah intuisi control dengan sendirinya dari sang anak terhadap seksualitas yang mengakibatkan pilihan menolak atau menerimanya. Sehingga keluarga hendaknya memberikan ruang gerak pada anak untuk perlahan mengetahui hal tersebut agar tidak menjadi hal yang tabu.
Karya tersebut menjadi kontroversial dimata publik, karena kedua karya tersebut dihasilkan oleh kaum wanita. Hal tersebut mungkin tidak adil, karena wanita dianggap menjadi sosok penjaga rahasia namun justru malah membeberkan aib dan merendahkan dirinya sendiri dengan ungkapan seks yang vulgar. Pengungkapan seks yang yang digunakan Saman merupakan ilustrasi hubungan atas kuasa pendefinisian seksualitas pada perempuan dan dalam Fire of Flying seks merupakan suatu media yang digunakan tokoh dalam mencari jati dirinya sendiri yang menunjang kreativitasnya. Sehingga kesimpulan yang bisa ditarik dari sebuah pengungkapan bahasa adalah lebih dari  sebuah media untuk menggambarkan sesuatu, tapi tentang persoalan yang harus dihadapi.
Garis besar permasalahan perempuan yang dihadapi pada Saman ialah pada konstruksi seksualitas oleh kuasa politik, budaya, dan agama. Sedangkan dalam Fire of Flying permasalahan seksualitas yang diangkat hanya kecakupan pada masalah seksualitas pada individu saja.


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda